Monday, October 15, 2012

BAB IV INTI POB IFRS


BAB IV
INTI PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB) MINIMAL IFRS

A.    Pendahuluan
Prosedur adalah suatu instruksi kepada personel, cara kebijakan dan tujuan dilakukan dan dicapai. Prosedur berkaitan dengan tiap pernyataan dalam kebijakan mutu, yang menguraikan cara kelompok manusia (personel) dalam departemen atau unit yang sama atau dalam berbagai departemen memadukan upaya mereka memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan.
Suatu prosedur terdokumentasi biasanya mencakup hal-hal seperti :
1.      Maksud suatu kegiatan
2.      Lingkup suatu kegiatan
3.      Tanggung jawab : apa yang harus dilakukan dan oleh siapa
4.      Prosedur : bila, dimana, dan bagaimana harus dilakukan
5.      Bahan, alat, dan dokumen apa yang harus digunakan
6.      Dokumentasi : bagaimana itu harus dikendalikan dan direkam.
Salah satu golongan prosedur yang diperlukan oleh IFRS adalah prosedur operasional baku (POB), yang selalu digunakan untuk melakukan kegiatan tertentu dan rutin di IFRS. POB harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit.

B.     Pengadaan Perbekalan Kesehatan
1.      Perencanaan Perbekalan Kesehatan, Penetapan Spesifikasi Produk dan Pemasok, serta Pembelian Perbekalan Farmasi
a.       Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi harus sesuai dengan formularium rumah sakit dan dikelola hanya oleh IFRS.
b.      IFRS harus menetapkan spesifikasi produk semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang akan diadakan berdasarkan persyaratan resmi (FI edisi terakhir) dan atau persyaratan lain yang ditetapkan PFT.
c.       Jika perbekalan kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu pemasok atau industri, apoteker rumah sakit harus mengunjungi pemasok tersebut untuk memeriksa kesesuaian penerapan sistem mutu dan jaminan mutu.
2.      Produksi Sediaan Farmasi
a.       Sediaan farmasi merupakan formula khas rumah sakit yang tidak ada dalam perdagangan.
b.      Produksi semua sediaan farmasi yang dilakukan di rumah sakit adalah tanggung jawab dan dikelola oleh IFRS.
c.       Produksi sediaan farmasi harus memenuhi syarat CPOB, sehingga memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan.
3.      Penyimpanan Sediaan Farmasi
a.       Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi harus disimpan dibawah tanggung jawab IFRS.
b.      Penyimpanan wajib dilakukan sesuai persyaratan cara penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang baik.
c.       Sistem administrasi penyimpanan harus diadakan dengan baik dan teratur untuk kemudahan memperoleh data yang benar.

C.    Distribusi Perbekalan Kesehatan
Ini merupakan kegiatan IFRS dalam pengantaran perbekalan kesehatan yang dimulai dari penerimaan order dokter di IFRS sampai dengan perbekalan kesehatan yang dikonsumsi oleh penderita/pasien. Dalam distribusi ini terjadi pelayanan farmasi nonklinik dan pelayanan farmasi klinik.
1.      Pendistribusian ini adalah tanggung jawab IFRS.
2.      Distribusi untuk pasien rawat tinggal dilaksanakan dengan sistem distribusi resep individual desentralisasi yang kemudian akan berkembang menjadi sistem distribusi unit dosis desentralisasi.
3.      Dengan menerapkan sistem desentralisasi, apoteker wajib melaksanakan praktik farmasi klinik,


D.    Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi sebagai bagian dari perawatan penderita yang dilakukan oleh apoteker secara berinteraksi dengan penderita dan atau profesional kesehatan lain, yang secara langsung terlibat dalam perawatan penderita.
1.      Pelayanan Informasi Obat
a.       IFRS wajib menjadi sentra pelayanan informasi obat bagi semua pihak.
b.      Informasi obat wajib dikelola, dikumpulkan, dianalisis, dan dirangkum menjadi informasi siap pakai dan akurat oleh apoteker rumah sakit dari berbagai sumber terutama sumber pustaka mutakhir yang absah.
c.       Informasi obat wajib diberikan dalam bentuk lisan untuk menjawab pertanyaan langsung, bentuk tertulis sebagai monografi dan sebagai publikasi dalam bulletin atau brosur rumah sakit.
d.      Seluruh kegiatan informasi obat harus didokumentasikan.
2.      Proses Pengguanaan Obat
a.       Apoteker rumah sakit wajib dan mampu memberikan informasi atau konsultasi kepada dokter yang akan memilih obat untuk seorang penderita tertentu jika diminta.
b.      Apoteker wajib mengambil sejarah pengobatan penderita rawat tinggal yang baru masuk ke rumah sakit, diminta atau tanpa diminta dokter rumah sakit dan hasilnya dituangkan dalam rekaman sejarah pengobatan.
c.       Resep atau order dokter wajib dikaji oleh apoteker rumah sakit terhadap semua aspek dan disesuaikan dengan Kriteria penggunaan obat yang telah ditetapkan PFT.
d.      IFRS wajib membuat profil pengobatan tiap penderita yang terdiri atas :
1)      Data pribadi
2)      Data demografi
3)      Data obat penderita yang telah dan sedang digunakan lengkap dengan regimennya
4)      Data pemeriksaan laboratorium yang dilakukan rumah sakit
5)      Data lain yang berkaitan dengan pengobatan
e.       Apoteker wajib memberikan informasi kepada perawat tentang segala sesuatu yang perlu diketahui.
f.       Apoteker dan perawat bekerja sama untuk memantau penggunaan dan efek obat, kepatuhan penderita dan masalah yang lainnya.
g.      Apoteker rumah sakit wajib memberikan edukasi kepada penderita yang akan dipulangkan.
h.      Apoteker rumah sakit mampu membantu dokter dalam pengelolaan penderita di ruang gawat darurat.
i.        Apoteker rumah sakit wajib mengadakan kunjungan bersama tim medik ke ruang penderita rawat tinggal.
3.      Pemantauan dan Pelaporan Reaksi Obat yang Merugikan
a.       Apoteker rumah sakit harus mampu bekerja sama dengan semua pihak untuk melaksanakan program pemantauan dan pelaporan ROM.
b.      Apoteker rumah sakit harus mampu melaksanakan analisis dari suatu ROM dan membuat laporannya kepada PFT.

E.     Peranan IFRS dalam PFT
1.      Pimpinan IFRS wajib menjadi sekretaris PFT.
2.      Sekretaris PFT dan apoteker rumah sakit wajib membantu PFT dalam mengadakan dan merevisi formularium rumah sakit secara terus-menerus.

No comments:

Post a Comment