BAB IV
INTI PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB)
MINIMAL IFRS
A. Pendahuluan
Prosedur adalah suatu instruksi kepada personel, cara
kebijakan dan tujuan dilakukan dan dicapai. Prosedur berkaitan dengan tiap
pernyataan dalam kebijakan mutu, yang menguraikan cara kelompok manusia
(personel) dalam departemen atau unit yang sama atau dalam berbagai departemen
memadukan upaya mereka memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan.
Suatu prosedur terdokumentasi biasanya mencakup
hal-hal seperti :
1.
Maksud suatu kegiatan
2.
Lingkup suatu kegiatan
3.
Tanggung jawab : apa yang
harus dilakukan dan oleh siapa
4.
Prosedur : bila, dimana,
dan bagaimana harus dilakukan
5.
Bahan, alat, dan dokumen
apa yang harus digunakan
6.
Dokumentasi : bagaimana itu
harus dikendalikan dan direkam.
Salah satu golongan prosedur yang diperlukan oleh IFRS
adalah prosedur operasional baku (POB), yang selalu digunakan untuk
melakukan kegiatan tertentu dan rutin di IFRS. POB harus selalu mutakhir
mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit.
B. Pengadaan Perbekalan Kesehatan
1.
Perencanaan
Perbekalan Kesehatan, Penetapan Spesifikasi Produk dan Pemasok, serta Pembelian
Perbekalan Farmasi
a.
Semua perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi harus sesuai dengan formularium rumah sakit dan
dikelola hanya oleh IFRS.
b.
IFRS harus menetapkan
spesifikasi produk semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang akan
diadakan berdasarkan persyaratan resmi (FI edisi terakhir) dan atau persyaratan
lain yang ditetapkan PFT.
c.
Jika perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu pemasok atau industri, apoteker
rumah sakit harus mengunjungi pemasok tersebut untuk memeriksa kesesuaian
penerapan sistem mutu dan jaminan mutu.
2.
Produksi Sediaan
Farmasi
a.
Sediaan farmasi merupakan
formula khas rumah sakit yang tidak ada dalam perdagangan.
b.
Produksi semua sediaan
farmasi yang dilakukan di rumah sakit adalah tanggung jawab dan dikelola oleh
IFRS.
c.
Produksi sediaan farmasi
harus memenuhi syarat CPOB, sehingga memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
keselamatan.
3.
Penyimpanan Sediaan
Farmasi
a.
Semua perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi harus disimpan dibawah tanggung jawab IFRS.
b.
Penyimpanan wajib dilakukan
sesuai persyaratan cara penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang
baik.
c.
Sistem administrasi
penyimpanan harus diadakan dengan baik dan teratur untuk kemudahan memperoleh
data yang benar.
C. Distribusi Perbekalan Kesehatan
Ini merupakan kegiatan IFRS dalam pengantaran
perbekalan kesehatan yang dimulai dari penerimaan order dokter di IFRS sampai
dengan perbekalan kesehatan yang dikonsumsi oleh penderita/pasien. Dalam
distribusi ini terjadi pelayanan farmasi nonklinik dan pelayanan farmasi
klinik.
1.
Pendistribusian ini adalah
tanggung jawab IFRS.
2.
Distribusi untuk pasien
rawat tinggal dilaksanakan dengan sistem distribusi resep individual desentralisasi
yang kemudian akan berkembang menjadi sistem distribusi unit dosis
desentralisasi.
3.
Dengan menerapkan sistem
desentralisasi, apoteker wajib melaksanakan praktik farmasi klinik,
D. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi
sebagai bagian dari perawatan penderita yang dilakukan oleh apoteker secara
berinteraksi dengan penderita dan atau profesional kesehatan lain, yang secara
langsung terlibat dalam perawatan penderita.
1.
Pelayanan Informasi
Obat
a.
IFRS wajib menjadi sentra
pelayanan informasi obat bagi semua pihak.
b.
Informasi obat wajib
dikelola, dikumpulkan, dianalisis, dan dirangkum menjadi informasi siap pakai
dan akurat oleh apoteker rumah sakit dari berbagai sumber terutama sumber
pustaka mutakhir yang absah.
c.
Informasi obat wajib
diberikan dalam bentuk lisan untuk menjawab pertanyaan langsung, bentuk
tertulis sebagai monografi dan sebagai publikasi dalam bulletin atau brosur
rumah sakit.
d.
Seluruh kegiatan informasi
obat harus didokumentasikan.
2.
Proses Pengguanaan
Obat
a.
Apoteker rumah sakit wajib
dan mampu memberikan informasi atau konsultasi kepada dokter yang akan memilih
obat untuk seorang penderita tertentu jika diminta.
b.
Apoteker wajib mengambil
sejarah pengobatan penderita rawat tinggal yang baru masuk ke rumah sakit,
diminta atau tanpa diminta dokter rumah sakit dan hasilnya dituangkan dalam
rekaman sejarah pengobatan.
c.
Resep atau order dokter
wajib dikaji oleh apoteker rumah sakit terhadap semua aspek dan disesuaikan
dengan Kriteria penggunaan obat yang telah ditetapkan PFT.
d.
IFRS wajib membuat profil
pengobatan tiap penderita yang terdiri atas :
1)
Data pribadi
2)
Data demografi
3)
Data obat penderita yang
telah dan sedang digunakan lengkap dengan regimennya
4)
Data pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan rumah sakit
5)
Data lain yang berkaitan
dengan pengobatan
e.
Apoteker wajib memberikan
informasi kepada perawat tentang segala sesuatu yang perlu diketahui.
f.
Apoteker dan perawat
bekerja sama untuk memantau penggunaan dan efek obat, kepatuhan penderita dan
masalah yang lainnya.
g.
Apoteker rumah sakit wajib
memberikan edukasi kepada penderita yang akan dipulangkan.
h.
Apoteker rumah sakit mampu
membantu dokter dalam pengelolaan penderita di ruang gawat darurat.
i.
Apoteker rumah sakit wajib
mengadakan kunjungan bersama tim medik ke ruang penderita rawat tinggal.
3.
Pemantauan dan
Pelaporan Reaksi Obat yang Merugikan
a.
Apoteker rumah sakit harus
mampu bekerja sama dengan semua pihak untuk melaksanakan program pemantauan dan
pelaporan ROM.
b.
Apoteker rumah sakit harus
mampu melaksanakan analisis dari suatu ROM dan membuat laporannya kepada PFT.
E. Peranan IFRS dalam PFT
1. Pimpinan IFRS wajib menjadi sekretaris PFT.
2. Sekretaris PFT dan apoteker rumah sakit wajib membantu PFT dalam
mengadakan dan merevisi formularium rumah sakit secara terus-menerus.
No comments:
Post a Comment